Kamis, 21 Agustus 2014

Jembatan Gantung Duwet

Seandainya kita ditanya, bagaimanakah bentuk jembatan yang biasa anda temui? Jawabannya pasti bermacam-macam, mungkin jembatan layang, jembatan beton, atau…. Jembatan gantung? Wah, jembatan gantung bukannya sudah jarang, ya? Karena konstruksi bangunannya yang rapuh jembatan gantung kebanyakan telah dibongkar untuk diganti dengan jembatan beton yang lebih kokoh.
 
Jembatan Gantung ini bukan hanya cagar budaya namun juga masih digunakan oleh warga

pemandangan kali Progo yang memesona


Jembatan Gantung Dukuh Duwet
Namun ternyata, di dukuh Duwet desa Banjar Harjo masih ada sebuah jembatan gantung bersejarah. Jembatan gantung Duwet, itu namanya. Wah, Duwet ini bukan nama minuman saudaranya Dawet lho ya, tetapi nama sebuah pedukuhan di desa Banjarharjo kecamatan Kalibawang.
Apabila dibandingkan dengan pedukuhan Beku dan Gerpule, Duwet terletak di bawah. Artinya pedukuhan Duwet ini terletak di pinggir jalan Kulonprogo-Muntilan, sebelum kita memasuki wilayah Beku dan Gerpule. Untuk sampai ke Duwet kita bisa bertanya pada penduduk sekitar karena letaknya yang mudah (tidak harus berbelok naik perbukitan) atau lurus mengikuti jalan Kulonprogo-Muntilan sampai menemukan petunjuk jalan dengan tulisan “jalur alternatif ke Sleman (khusus roda dua)”.
Ketika pertama kali berkunjung ke Kulonprogo saya juga sempat bertanya-tanya, kenapa khusus roda dua? Mungkinkah ada jalan sempit yang menghadang di depan? Usut punya usut, ternyata di tengah perjalanan menuju Sleman kita akan melewati jembatan gantung bersejarah di wilayah dukuh Duwet.
Dibandingkan dengan jembatan-jembatan jaman sekarang, jumbatan gantung Duwet pastilah tergolong jembatan kecil. Tapi kalau kita analogikan bentuk jembatan ini sesuai dengan masa dibangunnya (1950) maka bisa dikatakan jembatan ini termasuk fenomenal. Panjang jembatan Duwet berkisar kurang lebih 100 meter dengan diameter dua meteran menghubungkan dua seberang sungai Progo. Di sepanjang melewati jembatan, kita bisa melihat pemandangan sungai Progo yang bersih dengan dua buah air terjun kecil di kedua sisinya. Menakjubkan. Pemandangan dan sensasi menaiki jembatan gantung inilah yang membuat penduduk sekitar tidak pernah sepi berkumpul melepas penat di sekitar jembatan pada pagi dan sore hari. 




 
 indah kan, pemandangannya?

Sejarah Jembatan Duwet
Jembatan ini dibangun pada tahun 1950, atau pada masa-masa awal Indonesia merdeka. Di batu peringatan yang terdapat di samping jembatan tertulis bahwa jembatan ini selesai dibangun pada tahun 1950. Wah, jadi mungkin saja pembangunan jembatan ini sudah dimulai pada tahun 1940-an.
Selain terdapat batu peringatan pembangunan di sisi kanan jembatan, di sebelah kiri juga terdapat batu penghargaan jembatan sebagai “Bangunan Warisan Budaya” yang secara resmi ditandatangani oleh Sultan Hamengkubuwono X. Hal ini mengindikasikan bahwa jembatan Duwet merupakan cagar budaya yang harus dijaga oleh masyarakatnya. Untuk menjaga jembatan inilah maka dibuat peraturan bahwa yang bisa melintas menyeberangi jembatan hanya pengendara sepeda motor dan pejalan kaki saja.
Ada satu tips bagi siapa saja yang penasaran ingin menoba melintasi jembatan ini, jangan lupa untuk berpegangan pada dinding jembatan. Kenapa? Karena jembatan ini adalah jembatan gantung yang tentu saja akan bergerak ketika angin cukup keras datang, atau ada pesepeda motor melintas melewati anda yang tengah berdiri di tengah jembatan. Selamat berkunjung dan mencoba sensasi jembatan gantung bersejarah ini, ya!





jangan lupa mampir tengok jembatan ini ya... :)

Makam Nyi Ageng Serang

prasasti pemugaran Makam Nyi Ageng Serang

Dukuh Beku, satu pedukuhan yang terletak persis di sebelah timur dukuh Gerpule. Kulonprogo memang daerah istimewa yang kaya wisata. Tetangga dukuh Gerpule inipun memiliki satu obyek wisata sejarah yang sudah terkenal di Kulonprogo. Makam Nyi Ageng Serang, nama tempat wisata spiritual dan bersejarah tersebut.
Nyi Ageng Serang merupakan seorang pahlawan nasional dan juga leluhur Ki Hadjar Dewantara. Pada masa hidupnya dia adalah seorang guru spiritual pangeran Diponegoro pada perang Jawa. Nyi Ageng Serang juga memimpin pasukannya sendiri yang disebut sebagai Laskar Gula. Meskipun seorang perempuan dan tidak seterkenal Cuk Nyak Dien atau Ibu Kartini, Nyi Ageng Serang merupakan tokoh penting yang menentukan strategi dan pergerakan pasukan pangeran Diponegoro ketika menghadapi Belanda.  Seperti yang kita pelajari, perang Jawa merupakan perang besar yang memaksa Belanda mengakui semangat perjuangan kaum pribumi. Kongsi dagang Belanda mengalami kerugian besar dikarenakan banyaknya dana yang dikeluarkan untuk menyewa perlengkapan perang menghadapi pasukan Diponegoro.
Pada tahun 1828, dua tahun sebelum perang Jawa berakhir, Nyi Ageng Serang meninggal di bukit Menoreh dan dimakamkan disana. Lebih dari satu abad setelah itu, tahun 1983 makam ini dipugar dengan hiasan berbentuk joglo. Selain malam Nyi Ageng sendiri, di komplek pemakaman ini juga dapat kita temui makam-makam keluarga, anak, suami, dan abdi-abdi pengikut Nyi Ageng Serang.

komplek makam tampak depan
pepohonan hijau menyejukkan samping makam

Letak Makam Nyi Ageng Serang
Makam Nyi Ageng serang merupakan komplek pemakaman yang terletak di perbatasan sebelah Barat antara dukuh Beku dan Gerpule. Secara legal-formal kompleks makam bersejarah ini dirawat di bawah naungan pedukuhan Beku. Makam ini bisa dikatakan merupakan simbol kebanggaan dan penghargaan warga Beku akan warisan sejarahnya.
Pada hari-hari tertentu, terutama tanggal 17 Agustus, hari kemerdekaan Indonesia, warga dari daerah Beku, Gerpule, Kulonprogo, dan ada pula yang berasal dari luar daerah Kulonprogo berkunjung ke makam untuk menghaturkan takdzim. Acara do’a-do’a dan bersih-bersih makam sudah biasa dilakukan oleh warga menjelang hari-hari besar. Kesadaran bersama ini menjadikan kompleks makam Nyi Ageng Serang selalu bersih dan terawat.
Apabila kita berencana hendak berkunjung ke Makam nyi Ageng Serang, jalan yang harus dilalui tidaklah begitu sulit. Dari arah Sleman ataupun Arah Godean-Nanggulan, apabila kita sudah sampai di Jalan Kulonprogo-Magelang/Muntilan, maka kita tinggal lurus saj mengikuti jalur. Ketika sudah masuk wilayah Kecamatan Kalibawang, teoatnya desa Banjarharjo akan kita temukan plang hijau petunjuk jalan yang mengarah ke lokasi makam. Penunjuk jalan ini, apabila kita ikuti akan membawa kita sampai pada jalan perbukitan yang sejuk. Kira-kira sepuluh menit perjalanan terdapat petunjuk jalan lain dan sampailah kita di Kompleks Pemakaman Nyi Ageng Serang.
Apabila ada yang penasaran dan ingin melihat perkembangan ekskavasi Goa Landak, tanyakan saja pada warga sekitar atau bapak Dukuh Beku maupun Gerpule. Dengan senang hati mereka pasti akan mengantarkan kita menuju lokasi penggalian Goa tak jauh dari komplek makam bersejarah ini. 


makam para abdi Nyi Ageng Serang

makam Nyi Ageng Serang

makam keturunan Nyi Ageng Serang
 

Watu Gamelan di Kaki Goa Landak

Ada yang unik, di area wisata goa Landak. Selain kita bisa menjelajahi goa Landak di bagian atas, ada tiga buah batu besar berjajar di kaki goa. Ceritanya. Dulu baru-batu ini adalah batu bertuah. Pada malam hari orang-orang tertentu yang mempunyai cukup ilmu dapat meminjam kekuatan batu-batu ini untuk memainkan gamelan. Ya, penduduk percaya bahwa batu-batu besar di kaki goa ini adalah jelmaan gamelan besar. Sekarang hanya tiga buah batu tersisa dan bisa kita amati secara kasat mata. Narasumber kami, pak Widodo, menjelaskan prediksinya bahwa mungkin saja dulu di sepanjang kaki goa Landak terdapat batu-batu lain yang berjajar rapi layaknya seperangkat gamelan. Konon mitosnya pernah ada seorang penduduk yang ingin mencoba batu-batu itu, namun karena dia kurang kuat secara ilmu spiritual maka dia kembali dalam keadaan pingsan.

dibawah ini merupakan gambar tiga buah batu yang tersisa dari jajaran watu gamelan. perhatikan baik-baik ya, karena memang masih tertutup oleh dedaunan. ^^




Memperkenalkan Goa Landak

Suasana hijau yang asri, udara sejuk, dan penduduk yang ramah akan menyambut kita ketika menjejakkan langkah di desa Banjarharjo. Rasa alami, jauh dari bising kota yang terkesan panas dan palsu. Dibalik selendang keanggunannya, ternyata desa ini menyimpan potensi wisata yang sangat kaya, dua diantaranya yang telah diresmikan adalah Makam Nyi Ageng Serang di dukuh Beku dan Jembatan Gantung Duwet yang menjadi cagar budaya.
Gerpule, merupakan satu dari 22 padukuhan yang dinaungi desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo. Dukuh ini berbatasan dengan dukuh Beku di sebelah timur, menjadi lokasi tempat bersejarah makam Nyi Ageng Serang. Apabila kita menyusuri jalan menuju makam Nyi Ageng Serang, sebagian daerah Gerpule akan terlewati termasuk kediaman Bapak Samiran yang menjadi dukuh di Gerpule. Lokasi goa Landak tidak jauh dari rumah bapak Samiran ini.

 



asrinya suasana 
di dukuh Gerpule

Sejarah Goa Landak
Goa Landak dipercaya masyarakat telah ada sejak dahulu kala, goa ini terbentuk secara alami dan akhirnya menjadi tempat persembunyian landak dari manusia. Landak-landak yang mendiami tempat ini lama-kelamaan semakin banyak. Saking banyaknya landak-landak ini membentuk semacam koloni sendiri di perut goa.
Namun anehnya, para landak tidak akan menampakkan wujudnya di sembarang tempat. Mereka hanya akan keluar di saat musim panen tiba. Masyarakat sekitar sebenarnya merasa terganggu dengan landak-landak yang sering mencuri hasil panen ini. Namun masyarakat tidak berani mengusik para landak dan mengganggu ketentraman di areal sekitar goa. Menurut cerita dari Bapak Samiran (DukuhGerpule), wilayah goa Landak dan sekitarnya dahulu terkenal sebagai tempat wingit/angker. Tidak sembarang orang berani menyusuri tempat ini karena takut akan terkena dampak buruk. 

 Penutupan Goa Landak
Landak-landak yang mendiami goa landak memang tidak sering keluar ataupun menakuti warga, namun kebiasaan mencuri makanan saat musim panen cukup meresahkan juga. Awal abad ke-19, Indonesia memasuki masa krisis, dan kemiskinan merajalela akibat pergolakan yang terjadi di Belanda ataupun gerakan idealis ingin merdeka yang mulai merambahi ideologi para pemuda Indonesia. Masyarakat Gerpule tak terkecuali terkena imbas krisis ini meskipun tidak secara langsung. Warga hidup berkecukupan, bahkan cenderung menengah ke bawah. Panen yang dihasilkan hanya cukup untuk membayar setoran bagi pemerintah dan menutup kebutuhan makan sehari-hari. Ditambah dengan gangguan dari hama landak ini maka masyarakat benar-benar dalam kesulitan.


 ditemukan juga fosil-fosil kecil
seperti fosil landak di dalam proses penggalian

Melalui musyawarah bersama, kira-kira pada tahun 1930-an goaLandak diputuskan untuk ditutup oleh para sesepuh desa. Karena wilayah goa landak ini terkenal angker, maka menutupnya pun tidak bisa sembarangan. Goa Landak ditutup oleh tiga tokoh pilihan Gerpule, KromoYudho, WangsoKaryo, dan WangsoTaruno. Mereka adalah tiga sesepuh desa yang terkenal memiliki kesaktian ajiwedhusmlayu dan watusujud. Wedhusmlayu merupakan ajian yang memungkinkan pemiliknya untuk bisa berlari dengan sangat cepat, sementara watusujud mampu meringankan berat batu sebesar apapun agar bisa diangkat dengan mudah. Dengan usaha tiga orang tokoh ini, goa Landak berhasil ditutup dengan menggunakan sebuah batu besar.

 di batu-batu karang inilah
biasa ditemukan fosil-fosil

Perkembangan Goa Landak
Selama kurang lebih setengah abad, goa Landak seperti mati suri tertutup bebatuan.Tumbuh-tumbuhan hutan mulai muncul merambat di sekitar mulut goa. Lima puluh tahun memang bukan waktu yang singkat, suasana mistis muncul kembali dibumbui dengan legenda penutupan goa Landak membuat masyarakat jaga jarak.
Namun aneh, ternyata masih ada pula sebagian orang yang datang ke tempat ini. Bukan untuk nyepi mempertebal wawasan spiritual, nongkrong, atau sekedar jalan-jalan. Beberapa orang datang untuk mencari wangsit nomor lotere. Lucu, aneh, tapi nyata, beginilah budaya kita. Demam cari wangsit di Gerpule terjadi pada periode 1980-an, ketika narasumber kami, pak Joko Prasetyo, masih kanak-kanak



asiknya mejeng di Goa Landak

 sarapan bakmi dengan udara pagi, hmmm...

Goa Landak Sebagai Obyek Pariwisata
Awalnya, ide pembukaan goadicetuskan oleh golongan pemuda dukuh Gerpule pada rapat wargatahun 2012 lalu.Ide ini mendapat sambutan hangat dari para tokoh desa. Mereka menilai pembukaan goa Landak bukan hanya untuk mengembangkan potensi pariwisata di dukuh Gerpule tapi juga menyingkirkan atau paling tidak meringankan kabut keangkeran yang telah lama menyelimuti areal goa Landak.
Maka pada tahun 2012, dimulailah usaha pembukaan goa. Proses pencarian lokasi yang tepat ternyata membutuhkan waktu relatif lama. Hal ini disebabkan karena konon goa Landak memiliki tiga titik pintu yang harus ditelusuri satu persatu. Setelah dua tahunan, Mei tahun 2014, pintu terbesar baru ditemukan. Sampai sekarang warga masih bergotong royong melakukan eskavasi goa secara swadaya karena belum ada donatur yang jelas. Proposal pengembangan goa sebenarnya sudah disetorkan ke dinas pariwisata, namun belum juga mendapat jawaban.
Meski begitu masyarakat gerpule tetap optimis goa landak akan menjadi obyek wisata yang berskala luas karena kelebihan-kelebihan terpendam yang dimilikinya. Tiap hari minggu dan tanggal merah, masyarakat Gerpule tetap bersemangat melanjutkan penggalian lubang goa sedikit demi sedikit. Meskipun dengan alat, tenaga, dan biaya terbatas mereke bertekad menyelesaikan pembukaan goa sampai selesai.
pintu Goa Landak tampak samping

batuan karang yang secara alami terbentuk oleh alam

proyek eskavasi goa swadaya dari masyarakat

Ada satu cerita unik mengenai goa Landak dari seorang sesepuh desa yang kami temui. Konon, seorang warga pernah masuk ke goa pada malam hari dan mendapati wanita cantik tengah menenun baju di dalamnya. Karena asal-usul wanita ini tidak jelas, maka warga tersebut memaksanya keluar dari goa. Kalah tenaga, wanita itu pun terseret keluar dari goa. Namun ketika sampai di luar wanita itu raib berubah menjadi seekor landak yang berlari kencang. Mungkinkah ada landak jadi-jadian menempati goa ini? Siapa berani membuktikan, berkunjunglah ke dukuh Gerpule di desa Banjarharjo, kecamatan Kalibawang, Kulonprogo.

bapak-bapak yang tak pernah lelah bergotong-royong merekonstruksi goa

bapak dukuh Samiran dan sesepuh desa Gerpule

fosil-fosil banyak ditemukan di sela bebatuan

Narasumber: Dukuh Gerpule (bapak Samiran)
Joko Prasetyo (ketua pemuda Gerpule)
Bapak Widodo (warga/aktifis eskavasi goa Landak)

Rabu, 20 Agustus 2014

siapa tak kenal JOGJA?




peta wilayah Yogyakarta

Yogyakarta, satu provinsi istimewa di Indonesia yang terkenal dengan kekayaan budayanya. Ketenaran daerah di semenanjung pantai selatan Jawa ini jelas bukan hanya kabar kosong belaka, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memang mewarisi kebudayaan yang amat berharga. Namun sisi terpentingnya adalah kesadaran masyarakat Jogja  yang  tak henti mengembangkan potensi ini kesegala bidang.
Kota seribu budaya, kota seribu obyek pariwisata, ya, itulah Yogyakarta. Kota ini tak pernah berhenti membangun eksistensi. Setelah sukses merawat, mendirikan, ataupun mengembangkan potensi tempat-tempat bersejarah di  berbagai sudut Yogya, tampaknya masyarakat Yogya pun mulai sadar untuk merambah potensi wisata alam. Kulonprogo, Kabupaten di Yogyakarta yang menjadi pembatas antara Yogya-Jawa Tengah (Magelang) merupakan salah satu wilayah yang paling sadarakan hal ini. Sebagian besar wilayah di Kulonprogo memang masih diselimuti suasana pegunungan yang sejuk, perawan, dan sangat jauh dari kesan kebisingan khas kota metropolis.
Seperti yang kita tahu, warisan sejarah bukan hanya dokumen, namun dapat pula ditapaktilasi melalui bangunan-bangunan tertentu. Bangunan yang memiliki nilai sejarah tentu saja bukan semata berasal dari masa lalu namun juga mempunyai faktor unik tertentu, yang berarti dan membedakannya dari bangunan-bangunan lain.
Keistimewaan bangunan bersejarah bisa sengaja dibentuk oleh manusia pada masanya, bisa juga secara alamiah terbentuk oleh alam. Di Kulonprogo, obyek wisata bukit Suroloyo merupakan salah contoh untuk wisata alam. Sebenarnya selain bukit Suroloyo, masih banyak lagi obyek-obyek wisata lingkup kecil yang tengah berusaha dikembangkan oleh masyarakat Kulonprogo agar bisa dikenal dan mendapat  ‘legalisasi’ sebagai obyek wisata berskala luas.
 goa landak, dalam proses rekonstruksi

Virus  pengembangan obyek wisata seperti tengah menjalari masyarakat Kulonprogo. Desa Banjarharjo, di  Kecamatan Kalibawang tak ketinggalan tengah bersemangat melakukan rekonstruksi beberapa tempat  yang  berpotensi menjadi obyek pariwisata ataupun tempat bersejarah. Banjarharjo terletak tepat  di bawah desa Banjaroya, desa yang terlebih dahulu dikenal sebagai desa budaya. Beberapa obyek wisata di Banjarharjo yaitu makam Nyi Ageng Serang,  jembatan gantung dukuh Duwet, dan yang tengah berusaha direkonstruksi sampai saat ini adalah Goa Landak.